Acara yang diselenggarakan ini salah satunya adalah untuk mendukung kebijakan pemerintah yang tertuang pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 12/POJK.01/2017 mengenai penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di sektor jasa keuangan. ”Sudah terdapat poin-poin yang perlu dipatuhi pelaku jasa industri keuangan, termasuk perusahaan fintech pinjaman antarpihak,” ujar Dewi. Namun, karena industri teknologi finansial pinjaman antarpihak masih tergolong baru atau infant industry, OJK memberi waktu pelaksanaan POJK itu baru berjalan pada 2021. Jeda waktu itu diharapkan bisa dimanfaatkan pelaku industri fintech untuk mempersiapkan diri.
Menurut Dewi, pinjaman online rentan menjadi tempat pencucian uang dan pendanaan terorisme, karena pengajuan tergolong mudah cukup menyertakan KTP dan foto diri. Hal ini membuat pengawasan pemberian pinjaman menjadi lebih longgar. “Kemudahan dan longarnya syarat yang ditawarkan tekfin pinjaman ini bermata dua. Di satu sisi memudahkan, tetapi juga mengendurkan pengawasan. Maka, pencucian uang dan pendanaan terorisme menggunakan tekfin pinjaman antarpihak ini sangat mungkin terjadi,” tutur Dewi.
Satish S.S selaku Vice President Financial Service, TESS International, juga memaparkan jika ada perbedaan yang cukup signifikan antara jumlah dana yang diputar oleh koruptor dan juga dana yang dipakai oleh teroris. Pencucian uang biasanya dilakukan dalam jumlah besar untuk menghindari deteksi sementara untuk pendanaan teroris biasanya lebih kecil dan di bawah ambang batas pelaporan.
Sementara itu, untuk mencegah perusahaan fintech terlibat TPPU, Dewi meminta perusahaan teknologi finansial untuk mendata, mendalami profil nasabah, dan memasukkan mereka dalam golongan orang-orang yang terpapar politik atau yang disebut Politically Exposed Person (PEP). Kewaspadaan perusahaan fintech agar tidak menjadi tempat TPPU juga diungkapkan oleh Sachin B. Singh, Director Dow Jones Risk & Compliance, APAC. Sebagai informasi, Dow Jones memiliki basis data profil nasabah yang tergolong PEP di seluruh dunia. ”Orang-orang dengan paparan politik yang tinggi ini rentan terjerumus tindak pidana pencucian uang,” ujar Sachin. Secara sederhana, Sachin menjelaskan, orang-orang yang tergolong PEP adalah para pejabat publik, politisi, ataupun pengusaha yang kerap terlihat bersama pejabat publik.
Menutup diskusi, Direktur PT Pembayaran Lintas Usaha Sukses (ESPAY CCD), Joshua Dharmawan juga menyampaikan, “peluang untuk melakukan pencucian uang dan pendanaan terorisme ini semakin terbuka lebar dengan adanya model bisnis seperti pinjaman online, pembelian investasi online, polis asuransi online, dan sebagainya. Oleh karena itu, Espay menyediakan sistem customer due dilligence (CDD), terhadap individu yang memiliki risiko tinggi seperti PEP, kejahatan finansial, dan lainnya,” ujarnya.